Lingkaran Setan

Dunia petualangan sudah menjadi santapan saya sejak 2015 silam. Dengan peralatan seadanya, saya melakukan pendakian ke gunung Lokon yang berada di Tomohon, Sulawesi Utara. Kian kemari kian merenda. Itu lah pepatah yang cocok untuk menggambarkan hobi saya di bidang petualangan. Kecintaan terhadap alam dan lingkungan yang didukung oleh rasa penasaran tentang semua yang ada di alam ini mendorong saya untuk mengembangkan kecintaan saya tersebut ke berbagai hal salah satunya dunia petualangan diatas roda dua. Teman-teman adalah orang yang bersama dengan saya selama bertualang. Semuanya hanya teman, tidak ada yang spesial. Selama dua setengah tahun saya tinggal di Manado saya memilih untuk menjoblo saja. Bukan tanpa alasan, sakit hati lah yang membuat saya untuk mengambil keputusan tersebut. Lagipula tujuan saya datang ke Manado untuk fokus sekolah, bukan ke hal yang lain. 

Dasar manusia! menjelang akhir pendidikan, saya mulai dekat dengan salah satu teman perempuan yang pernah bersama-sama dengan saya saat mengikuti kegiatan di Bandung, namanya Madeline. Tuturnya lembut dan parasnya yang manis membuat saya mulai tertarik dengannya. Tetapi kembali lagi dialasan awal. Saya tidak mau sakit hati lagi hanya gara gara wanita. Tetapi disisi lain, saya ingin merasakan bagaimana sensasinya menjalin kasih dengan wanita Minahasa. Dasar yang namanya jomblo yang penting saya senang dulu hehehe. Teman-teman pendaki gunung saya mulai mengompori saya untuk menyatakan cinta kepadanya. Tanpa pikir panjang pun saya menyatakan cinta pada Madeline. Keberuntungan pun berpihak kepada saya. Siapa sangka, dia pun menerima cinta saya yang rasanya mustahil. Rasanya sangat abstrak dan nyata setelah bertahun-tahun saya menjomblo dan bisa mendapatkan hati wanita kembali.

Setelah Madeline menerima cinta saya, saya memulai hari-hari dengan suasana yang baru. Ia tinggal di kota Tondano yang berjarak -+ 25 kilometer dari kota Manado. Hubungan ini adalah hubungan yang berjarak. Medium Whatsapp membantu kami agar saling terhubung setiap harinya dan saling percaya serta pikiran positif lah yang dapat membuat saya tenang walau kami jarang bertemu. Minggu-minggu penuh euforia pun saya rasakan. Mungkin saya menyatakan cinta dengan pembawaan yang kurang serius dan hasil teman-teman yang mengompori saya, tetapi ada keinginan dalam hati saya untuk menghargai hubungan ini dan mulai dengan hati yang lebih sungguh-sungguh dalam menjalini hubungan bersama. Harapan muncul perlahan, menumpuk dan meyakinkan saya bahwa Madeline adalah wanita yang bisa menemani saya menjalani hari. Beberapa minggu berlalu, saya merasakan ada yang berbeda dari Madeline. Usaha-usaha untuk berpikir positif mulai sirna dan kekecewaan pun mulai berkecamba. Madeline tidak lagi menyapaku di whatsapp dan aroma luka masa lalu pun mulai tercium. Teman-teman pendaki gunung saya turut memberikan penguatan dengan kata-kata yang pada akhirnya semua yang mereka bilang menjadi mubazir. Saya tidak menyerap apa apa dari nasihat mereka. Yang saya tau adalah saya sedang sakit hati lagi dan saya mengupas kembali luka dimasa lalu yang masih belum kering. Betapa bodohnya saya diawal bermain-main dengan cinta. Disaat saya mulai serius dengan cinta, cinta pun balik mempermainkan saya. 

Yang saya rasakan dari situasi saat itu adalah cinta satu arah yang sangat amat menyakitkan. Pada situasi tersebut, tidak ada hal lain yang lebih menyakitkan dibandingkan dengan apa yang Ia perbuat terhadap saya. Saya pun melawan kesakithatian dan memulai percakapan di whatsapp. Bukan dengan sapaan romantis atau pertanyaan untuk menanyakan kabar, melainkan untuk menyampaikan inti rasa dalam jiwa saat itu. Mengemukakan apa yang saya rasakan tanpa berharap dia berubah dan kembali menjalin cinta. Perbincangan di whatsapp itu menegaskan antara saya dan Madeline bahwa tidak ada lagi hubungan yang spesial lagi antara kami berdua. Kembali berteman adalah niatan saya walaupun sangat sakit rasanya hati ini menerima orang yang telah menyakiti hati saya dan menjadikannya sebagai teman. Diri ini seakan kembali kedalam alunan masa kelam dimana lingkaran setan yang berputar secara tidak saya sadari itu akan membunuh saya perlahan. Saya pernah merasa sepi, jatuh cinta, euforia, sakit hati, membungkamkan rasa, kesepian, jatuh cinta dan seterusnya. Hanya itu yang saya rasakan setelah saya memandang kebelakang dengan lensa hati yang lebih lebar. Banyak pertanyaan yang muncul dalam diri saya “Apakah jika saya jatuh cinta, cinta itu akan membuat saya sakit kembali?”, “Jika orang yang saya percaya pada saat itu adalah orang yang salah, apa yang akan terjadi pada saya?”, “Apakah saya akan menjadi manusia gila?”, “Kapan saya bisa mempercayai wanita?”, “Apakah masih ada wanita yang bisa saya percaya?” dan pertanyaan-pertanyaan  konyol lainnya bagi mereka yang awan dengan cinta. Pada titik itu saya tidak tau harus bagaimana, tidak tau harus berbuat apa dan tidak tau kemana saya harus berteduh. Saya tidak sampai titik depresi, tetapi kekecewaan saya dengan yang namanya wanita sangat mendalam. Ya, sangat sakit. Saya butuh waktu.

Pada saat itu yang berlalu hanya lah waktu, tidak dengan rasa. Dalam hitungan bulan saya dapat memperlakukan diri saya lebih baik daripada sebelumnya didepan orang lain, tetapi tidak disaat saya sendiri. Disaat sedang bersama dengan teman-teman, saya memilih untuk melupakannya sejenak, menikmati alunan persahabatan sambil menyeruput kopi. Saat kembali ke kamar kost yang berukuran 2,5m x 3m saya kembali down. Perlahan saya belajar untuk menerima semua yang terjadi sampai pada satu waktu terlintas dalam pikiran bahwa saya harus kembali bertolak menuju ibukota untuk melanjutkan pendidikan. Dasar saya lagi setress, saya pun memutuskan untuk menunggangi kuda besi dari Manado menuju ibukota dan dimulai pada 5 Juli 2018





Komentar